Agustus 2016

Mungkin sudah banyak orang faham dengan program komputer namun kadang ada bagian kecil yang jarang digunakan sehingga bagian kecil itu terlupakan ,bahkan tidak difahami pemanfaatanya. Salah satunya adalah Mailings.

Mailings biasanya hanya digunakan untuk membuat surat dengan alamat yang berbeda pada undangan ataupun tujuan pengiriman , namun seorang guru bisa menggunakan Milings ini untuk membuat variasi soal yang berjenis beda antara satu siswa dengan siswa lainnya.

Jika Soal yang diberikan ke siswa berbeda beda  ( namun mempunyai tujuan dan ukuran yang sama )maka kemungkinan siswa untuk melakukan contek mencontek sangat tidak mungkin , namun siswa akan bertanya ilmunya bukan bertanya jawabannyasehingga ini mendorong siswa untuk belajar bersama kawannya .

Cara menggunakan mailing ini dalam membuat soal yang berbeda beda adalah sebagai berikut :
  1. Kita Buka Excell
    •  ketik judul/nama variabel yang akan kita buat variasi  pada baris yang paling atas ( sebanyak variabel yang akan divariasikan ) 
    • Isikan pengganti variabel pada baris dan kolom yang bersesuaian
    • rename nama sheetnya menjadi ( misal : soal )
    • Simpan di file tersendiri dengan nama yang di inginkan ( misal : data soal mailings ) 
    • Contoh :

  1. Kita Buka Word
  2. Tuliskan bentuk format soal yang akan diberikan  dalam bentuk word dan simpan dengan nama yang di inginkan ( jadikan satu folder dengan contoh : data soal mailings dan beri nama soalku )
  3. contoh
    • untuk mailings kita bisa pilih bagian mana yang akan kita bedakan untuk setiap soal ,misal dari soal di atas Y = 2X -3  yang  akan kita bedakan nilai  depan X dan pengurangnya maka caranya sbb :

      • Buka word file tadi (misal  : soalku )
      • Klik di tool bar ( milling )
      • Klik ( star Mailings marger )
      •  
      • Klik  tanda panah disampingnya pilih Step by step mail marge wizard
      • Klik letters dan next : starting Dokumen
      • Klik Use the Curent Dokoment dan next: select recipient
      •  
      • Klik Use an existing list dan browser dan pilih file exell yang disimpan tadi (misal : data soal mailings ) dan pastikan semua tercentang dan Oke lanjutkan Next : write your letter
      •  
      • Blog bagian yang ingin dibedakan dan klik more item dan next : previw your leter
      • Klik Edit Recipient list 
      • Next Complet yoar leter 
      • Untuk lebih jelasnya tonton vidio berikut ya ...



ArtikelPendidikan Kimia
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh kesadaran dan tuntutan zaman melalui kurikulum akan pentingnya pembentukan karakter dalam pembelajaran. Sistem pendidikan Indonesia dalam dekade terakhir menjadi harapan dalam upaya pencerdasan bangsa yang berakhlak mulia. Munculnya kurikulum 2006, KTSP yang berkarakter bangsa, dilanjutkan dengan Kurikulum 2013, menjawab harapan masyarakat terhadap kebutuhan Sumber Daya Manusia yang beraklak mulia.

Sains memiliki peran dalam pembentukan karakter bangsa yang dimaksud. Akan tetapi terkesan jauh panggang dari api, apa yang diharapkan tidak seperti harapan. Berdasarkan pengalaman penulis, bahwa harapan akan tercapai jika semua stakeholder dalam pendidikan mampu secara sadar untuk mengelola pendidikan. Akan tetapi, ujung tombak dlm "proyek" pembentukan sikap (karakter tersebut) adalah sekolah melalui guru (pendidik). Hanya saja, kesadaran tersebut masih berada pada level rendah, tidak memenuhi standar.

Banyak guru (sekolah) belum secara sadar mengelola pembentukan sikap. Alhasil aspek pengetahuan cenderung lebih dikedepankan, artinya bahwa pembelajaran dengan segala metodenya mandek atau berhenti pada skor pengetahuan. Guru enggan untuk melanjutkannya atau enggan untuk mengirinyanya menjadi pola hidup (sikap). Mengapa? Gampang gampang susah untuk menjawabnya, karena masalahnya sangat sistemik. Tidak standarnya proses pembelajaran di dalam sekolah dan rendahnya kualitas tenaga pendidik turut berkontribusi dalam hal ini.
Tulisan berikut akan dibatasi pada hubungan pembentukan sikap sebagai hasil belajar dalam pembelajaran sains (kimia).

Sebagai praktisi dalam pendidikan sains (kimia), penulis menyadari bahwa sains sebagai salah satu rumpun ilmu yang begitu cepat perkembangannya, seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Sains telah memberikan nilai tambah untuk semua aspek kehidupan. Sebaliknya nilai-nilai tersebut selanjutnya digunakan untuk mengembangkan sais itu sendiri.


Sikap sebagai Hasil Belajar

Teori tanpa praktik bukan sains, praktik tanpa teori bukan ilmu.
Kalimat sederhana di atas adalah bukti betapa adanya keterikatan ilmu dengan terapan ilmu itu sendiri. Dunia pendidikan yang banyak dipengaruhi oleh kesadaran akan pentingnya pengintegrasian ilmu dalam menyelesaikan permasalahan2 yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, telah melahirkan inovasi pembelajaran yang dimulai dari ruang kelas. Di Indonesia sejak tahun 2004 dengan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan diteruskan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan K13, telah mempertegas tujuan belajar dalam 3 aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan.

Sains (kimia) adalah mata pelajaran dalam rumpun ilmu murni telah mampu beradaptasi atau sebaliknya kurikulum justru yang beradaptasi terhadapnya. Ketiga tujuan belajar dalam sains sangat mudah dilacak, jika dibandingkan dengan rumpun ilmu sosial. Keberhasilan peserta didik dalam belajar sains (kimia) tentunya dipengaruhi oleh keseimbangan aspek tagihan yang diharapkan dalam pembelajaran. Unjuk kerja dalam kerja ilmiah di laboratorium adalah bukti bahwa ilmu kimia adalah sains. Prosedur-prosedur yang ditaati dengan penuh kedisiplinan akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Kesiapan dalam kerja di laboratorium tentunya berkontribusi terhadap hasil belajar yg lebih baik. Ketelitian dan keuletan akan dipertaruhkan untuk mencapai hasil yg diinginkan.
Penjelasan-penjelasan seperti di atas membuktikan bahwa ketiga aspek tujuan belajar dalam pembelajaran dapat dikenali dan dibentuk.

Berikut ini diuraikan contoh kasus hubungan pengetahuan - sikap:

  1. Seorang anak kecil (balita) yg jelas belum paham makna salam, diajarkan untuk memberi salam kepada orang yg lebih besar dari dia. Pendidikan sikap tersebut  adalah pembiasaan yg baik, sebagai pengetahuan yg diajarkan oleh orang tuanya.
  2. Seorang siswa SD-SMA diajarkan untuk hadir tepat waktu atau disiplin terhadap waktu agar terbiasa hidup disiplin. Pembelajaran disiplin diberikan kepada anak berupa pengetahuan akan pentingnya hidup disiplin. Pembelajaran sikap dalam kasus ini berkaitan dgn pengetahuan akan untung ruginya dgn bersikap.
  3. Seorang siswa / mahasiswa belajar dari kelas Kimia, tentang rusaknya lapisan ozon akibat emisi gas CFC dari mesin pendingin. Dari pembelajaran di kelas, siswa bersikap utk tdk membuka pintu ruangan yg sedang menggunakan AC yg mengandung CFC. Sikap jenis ini adalah produk dari pengetahuan yg dimiliki oleh siswa tsb.


Dalam hal ini, sikap adalah hasil belajar, tidak muncul begitu saja, tetapi dihasilkan dari belajar baik dari pendidikan formal maupun keluarga dan lingkungan.

Bagaimana belajar bersikap? Seperti halnya hasil belajar pengetahuan, hasil belajar sikap dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

  1. Faktor internal, faktor dari dalam diri individu, misalnya bakat, minat, motivasi, dan lain-lain.
  2. Perlu diketahui, bahwa faktor internal ini sendiri sebenarnya dipengaruhi secara signifikan oleh faktor eksternal.
  3. Faktor eksternal, adalah pendidikan itu sendiri, melalui pendidikan formal, pendidikan keluarga maupun lingkungan. Faktor eksternal sangatlah menentukan dalam bersikap. Karena faktor eksternal, terlebih dahulu mengajarkan untuk bersikap spontan, dan selanjutnya sesuai dgn perkembangan usia dan otak serta pengetahuan, akhirnya semakin tegas memiliki karakter.


Pendidikan sikap bukanlah hal yg mudah utk menjadi suatu karakter. Pendidikan sikap yg hanya sampai pada pemahaman teori tentang pengetahuan, tidak akan bisa konsisten hingga individu tersebut berkarakter.
Sebaliknya, Sikap yg tidak jg dipertegas oleh pemahaman akan pengetahuan, juga tidak akan konsisten menjadi karakter.

Pembentukan sikap perlu disadari diri maupun disadarkan oleh eksternal. Kesadaran diri akan pembentukan sikap adalah baik adanya, dicirikan dengan  mau belajar (berpengetahuan) baik secara formal maupun informal. Akan tetapi pembentukan sikap yg tidak berasal dari diri, tetapi disadarkan oleh faktor eksternal, lebih rumit. Bahkan oknum-oknum dalam faktor eksternal harus melakukan pendekatan (approach) untuk menyadarkan akan pentingnya pembentukan sikap.

Pembentukan sikap yg terakhir ini adalah tantangan di dalam pendidikan Indonesia. Banyaknya individu dalam sistem yg tidak disadarinya, dan lemahnya sistem utk menyadarkannya, memproduksi individu-individu yang teoritis sebatas ingatan dan logika berpikir tidak sampai pada action atau tindakan yang adalah sikap.

Pembahasan.
Tulisan ini didukung oleh data-data yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan guru-guru sains (kimia). Dari hasil diskusi tersebut maka dijelaskan hal-hal sebagai berikut.

Dari uraian di atas keseimbangan antara peran diri dan pendidikan keluarga, masyarakat dan formal akan menghasilkan sikap yg konsisten utk berkarakter.

Contoh pembelajaran sikap dalam kelas kimia.

  1. Dengan mempelajari materi adalah gabungan dari beberapa unsur yg adalah atom, dengan sejumlah partikel proton, elektron dan neutron...mengajarkan begitu kompleksnya suatu ciptaan dan disadarkan akan pentingnya bersyukur kepada Tuhan atas anugerahnya
  2. masih berhubungan dengan ucapan syukur, ikatan kimia memberi kontribusi terhadap pembentukan material sehingga makhluk hidup dapat memanfaatkannya, seperti ikatan kovalen pd gas oksigen.., bayangkan seandainya itu tidak dianugerahkan sifat utk berikatan, maka kehidupan di bumi tidak pernah ada... hanya ucapan syukur yang dpt dilakukan
  3. Pembentukan minyak bumi dari sisa-sisa jasad renik di lautan yg membutuhkan jutaan tahun utk bisa tergantikan, menyadarkan kita agar bersikap hemat thdp bahan bakar minyak.
  4. Dalam menakar massa padatan maupun volume larutan dalam unjuk kerja di laboratorium, siswa diminta untuk teliti dan jujur agar menghasilkan produk eksperimen yang dikehendaki. Sikap rekayasa data diminimalisir dengan adanya sikap sabar dan bertanggung jawab...Rasa ingin tahu juga dibutuhkan utk menghasilkan produk yg baik.
  5. Dari pengetahuan akan manfaat bahan2 kimia dan dampak yg terjadi jika disalahgunakan, menghasilkan sikap hati-hati dlm penggunaannya, dapat pula memberikan informasi kpd khalayak akan bahaya produk tersebut, seperti minuman beralkohol, penggunaan formaldehida sbg pengawet makanan, pewarna2 sintetik dan sebagainya.


Dan banyak lagi pemahaman pengetahuan yang dapat menentukan pembentukan sikap siswa terhadap objek tertentu.

Dalam ilmu pendidikan, Krathwol menjelaskan taksonomi sikap antara lain, receiving (penerimaan), responding (tanggapan), valuing (memiliki nilai), organizing (penghayatan) dan characterization (karakterisasi).

Berkenaan dengan receiving, fakta motivasi, kehadiran di dalam kelas, disiplin, dan lain-lain.
Responding: minat, rasa ingin tahu, tanggung jawab.
Valuing: pemahaman akan nilai2 dari pengetahuan yg diperoleh, rasa syukur, hemat, teliti, jujur.
Organizing: tindakan nyata bersyukur, mengajak utk berbuat, mempengaruhi utk bertindak sesuai nilai yg terkandung dlm suatu subjek tertentu.
Characterization: pola hidup yg konsisten, bahkan menjadi panutan ataupun teladan bagi orang lain.

Bagaimana evaluasi sikap yg efektif dan efisien?
Khususnya evaluasi sikap pada mata pelajaran kimia, instrumen yang dapat digunakan

  1. Observasi-instrumen nilai, organisasi, karakterisasi
  2. Dokumentasi-instrumen penerimaan, respon
  3. Penilaian diri-instrumen keseluruhan
  4. Penilaian teman sejawat-instrumen nilai dst.


Instrumen yang digunakan masing-masing memiliki keunggulan maupun kekurangan.
Observasi memiliki tingkat signifikansi yang besar karena hanya subjek peneliti yg objektif dlm menarik kesimpulan dari apa yang diamati. Biasanya observasi dilengkapi dgn lembar observasi yg mampu merekam aktivitas yg terjadi selama pembelajaran berlangsung. Selain itu daftar ceklis juga dapat digunakan untuk mendukung data dari observasi tersebut. Akan tetapi keterjangkauan objek penelitian sangat terbatas adanya, terlebih lebih jika observer 1 orang saja. Meminimalkan kekurangan ini dapat dilakukan dengan menambah jumlah observer.

Dokumentasi, instrumen ini juga merupakan pilihan yang memiliki tingkat signifikansi yang tinggi terhadap objektifitas penilaian sikap. Dokumentasi yang dimaksud dapat berupa daftar hadir siswa, jurnal belajar siswa, tugas-tugas. Kelemahan dari dokumentasi hampir sama dengan instrumen observasi, yaitu terletak pada keterjangkauan dalam menangani siswa. Waktu juga yang diperlukan utk menarik kesimpulan cukup banyak dibutuhkan. Akan tetapi penskoran lebih mudah, karena tegas oleh peneliti.

Penilaian diri. Instrumen yang satu ini mampu mengukur sikap secara komprehensif. Biasanya peneliti menyiapkan quesioner atau angket yang terdiri dari jabaran2 indikator yang diukur. Kelemahannya terletak pada reliabilitas hasil. Kasus yang ditemukan banyak siswa yang tidak sungguh2 mengerjakan quesioner dengan jujur dan apa adanya. Untuk mengatasi kelemahan ini, peneliti biasanya menjelaskan pentingnya menjawab quesioner terhadap hasil belajar.

Penilaian teman sejawat.
Penggunaan penilaian teman sejawat diharapkan untuk mengumpulkan informasi tentang kompetensi sosial rekan sejawatnya.

Contoh kasus dalam pembelajaran kimia.
Seorang guru mengajak peserta didik untuk membentuk kelompok dalam materi ajar sel elektrolisis untuk praktikum. Aspek sikap yg ditagih dalam diskusi tersebut adalah kepemilikan nilai. Dari berdiskusi atau berkelompok terkandung nilai kerja sama, tanggung jawab, kejujuran. Agar nilai tersebut dapat dilacak keberadaannya, maka guru merancang percobaan tersebut, dengan memberikan tugas awal pada hari sebelumnya, di mana siswa diminta untuk menuliskan landasan teori dari elektrolisis untuk masing-masing individu, yang nantinya akan menjadi tiket dlm memasuki ruang praktikum.

Peneliti harus menyiapkan daftar ceklis untuk kedisiplinan, daftar nilai atau lembar observasi untuk tagihan tugas landasan teori.
Tagihan tugas landasan teori ini nantinya  sangat penting dan perlu perhatian khusus. Hasil yang diperoleh diamati oleh observer dengan menggunakan feeling keahliannya. Biasanya ditemukan siswa memiliki konten yang serupa, ditemukan juga siswa menuliskannya dengan tidak rapi dan tergesa-gesa, jadi tidak sampai pada target, ada juga siswa tepat waktu, tidak tergesa-gesa tetapi tidak konten (tidak substansi).
Peneliti harus jeli menyimpulkannya, dan ketika percobaan usai diadakan evaluasi berkenaan dengan tagihan tersebut. Siswa harus diberikan pemahaman akan pentingnya kedisplinan, pentingnya kejujuran dan pentingnya tanggung jawab, sehingga pada kegiatan selanjutnya dapat berubah.

Perlu diingat pengambilan kesimpulan tentang sikap yg akan menjadi pola hidup tidaklah mudah, perlu deskripsi terpisah berkenaan dgn evaluasinya. Hasil dari penilaian sikap dlm suatu pembelajaran sebaiknya diintegrasikan dalam pola hidup. Sehingga sebaliknya pembentukan pola hidup justru mampu mengubah dan memperkuat pengetahuan itu sendiri.
Sehingga kita dapat simpulkan siswa yg disiplin, siswa yang tekun, siswa yang jujur akan berhasil. Akhirnya pembentukan sikap menuju pola hidup merupakan suatu proses panjang yang dapat dituai untuk masa yang akan datang yang berkesinambungan.

Simpulan
Sikap sebagai hasil belajar lahir dari pengetahuan yg berawal dari pembiasaan yang akhirnya menjadi pola hidup.
Sikap yang sudah menjadi pola hidup kembali digunakan dalam meningkatkan prestasi belajar itu sendiri.

Penulis:
Sun Theo Constan Lotebulo Ndruru
Anggota IGI Kota Gunungsitoli-Sumatera Utara

OPINI: TANTANGAN GURU DI ERA GLOBAL:  
MELEK IT ATAU MATI?


ditulis oleh:
Elizabeth Tjahjadarmawan, S.Si, M.Pd
Guru Kimia di SMA Xaverius 1 Jambi 
Study banding di Seoul Korsel, Kyoto, dan Osaka Japan

Seoul Technology High School 


Kali ini saya tergelitik untuk menulis sebuah topik yang saya beri judul sadis:  melek IT atau mati?  Fakta membuktikan bahwa manusia memang memiliki living value sehingga mampu survive dalam hidupnya, namun ketika masa telah berubah drastis dengan perkembangan teknologi luar biasa cepat sehingga derasnya arus informasi bahkan tak terbendung lagi, apakah yang harus dilakukan agar terus survive?  Bukankah siapa yang menguasahi informasi, dialah yang mempunyai dunia?  Ijinkan saya sedikit beropini di sini.
 
Pengertian era global bukan hanya mengubah paradigma berpikir namun lebih kepada fakta yang mendorong umat manusia untuk beranjak dari cara hidup dengan wawasan lama menuju gaya hidup mendunia (global) yang sedang berlangsung saat itu tanpa batasan teritorial maupun kebijakan tertentu.

Era global, salah satunya dibuktikan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015. Indonesia bersama dengan negara-negara ASEAN bersepakat membentuk MEA yang bertujuan mempermudah transaksi penjualan baik komoditas barang maupun jasa antar negara ASEAN dan menarik minat investor asing yang dampaknya  menambah persaingan tenaga kerja semakin ketat. Persaingan dalam semua sektor termasuk sektor pendidikan sebagai industri hulu hingga hilir harus mampu mencetak outcome pendidikan yang siap bersaing di pasar global.  Di sini peran guru menjadi vital terkait peran sertanya dalam kontribusi pencapaian tujuan pendidikan nasional.  Keadaan ini memerlukan SDM guru yang kompetensinya diharapkan cukup  memadai di segala era yang sedang berlangsung.  Artinya guru perlu terus belajar.  Belajar sepanjang hayat.  Apakah bukti untuk hal ini?

Cognitive Flexibility - Era Guru Pembelajar
Guru pembelajar bukanlah hanya pada sebutan guru-guru yang perlu belajar kembali untuk meningkatkan kompetensi keilmuan hasil UKGnya namun istilah ini saya dapatkan dari sebuah situs world economic forum, kemudian saya implikasikan dalam tulisan ini.  Dalam suatu sumber ditulis bahwa:
2
Cognitive flexibility is the human ability to adapt the cognitive processing
strategies to face new and unexpected
conditions in the environment (Cañas,
Quesada, Antolí and Fajardo, 2003)

Saya memanfaatkan media sosial facebook bukan sekedar berteman namun juga mencari informasi terbaru, akurat, dan on going guna memperkaya konten keilmuan saya untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.  Suatu saat saya membaca dari sebuah situs world economic forum yang mempublish 10 kompetensi global saat ini yang bakal digunakan oleh manusia untuk bersaing dalam dunia kerja tahun 2020 mendatang yaitu keterampilan:  cognitive flexibility, service orientation, judgement decision making, emotional intelligent, negotiation, coordination with others, creativity, critical thinking, people management, complex problem solving.  Salah satu yang barusan disebut yaitu cognitive flexibility, inilah yang saya maksud sebagai guru adalah pembelajar. Pembelajar seumur hidup, ketika era sedang bergeser, suka atau tidak suka, guru pun harus mulai mempersiapkan dirinya menyambut kedatangan era baru tersebut dengan mengasah kompetensinya untuk beradaptasi dengan kebutuhan dunia pendidikan saat itu.  Bagaimana guru mempersiapkan diri dalam rangka kebutuhan belajar yang terus menerus?

ICT literacy (keterampilan melek IT)

Memiliki ke-10 keterampilan tersebut perlu menjalani proses belajar yang tidak mudah. Memiliki cognitive flexibility, critical thinking, dan creativity, membutuhkan stimulasi dari berbagai sumber belajar. Akselerasi kebutuhan kompetensi SDM saat ini harus dibarengi dengan percepatan proses belajar yang didukung aneka sumber belajar yang tersedia melimpah.  Pesatnya arus informasi melalui media sosial digital bak tak terbendung lagi.  Keterampilan mengakses informasi (ICT literacy,  (keterampilan IT, information technology) menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi sebagai sebuah urgensi vital bagi SDM saat ini.  Kita dapat belajar di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja dalam suatu waktu bersamaan adalah bukti percepatan belajar dengan sumber belajar yang tersedia segera.  Hal demikian adalah bukti era digital sedang berlari kencang.  Sumberdaya manusia yang dapat menjawab kebutuhan dunia kerja saat ini adalah yang mampu bersinergi dengan teknologi yang ada.  Sebagai contoh, beberapa bulan lalu melalui media sosial WA (Whatsap) saya bergabung dalam grup seminar maya yang diadakan oleh SEAMOLEC.  

Saya bersama guru-guru lainnya di seluruh Indonesia, masing-masing telah mempresentasikan hasil penelitian pendidikan. Kebetulan saat itu saya memaparkan tulisan Best Practice Guru yang pernah saya menangkan dalam lomba Best Practice Guru P2TK Dikmen 2013, melalui video conference WEBEX yang difasilitasi oleh host dari SEAMOLEC. Presentasi hasil penelitian ditonton oleh guru-guru atau siapa saja yang bergabung dalam meeting room saat itu di seluruh Indonesia.  Bukti era global, tanpa batasan waktu dan tempat namun akselerasi sumber dan proses belajar sudah berlangsung. Efisiensi biaya dan waktu pun menjadi nilai tambah tersendiri bagi pembelajar melalui ICT literacy yang dimiliki guru sebagai suatu ciri khas display SDM era global.



Presentasi by WEBEX Video Conference SEAMOLEC April 2016



Aneka Kegiatan ICT literacy - Guru melek IT

Melalui tulisan ini saya mencoba menawarkan solusi yang pilihannya tetap pada pembaca. Di mana, kapan, dan dengan siapa saja guru-guru dapat mulai belajar melengkapi kompetensi IT nya sebagai kompetensi SDM era global saat ini?  Survey menunjukkan masih banyak guru-guru belum melek IT sementara sebagian guru jauh hari sudah menjadi penggerak guru melek IT.  Mereka adalah Bapak Mampuono  (yang saat ini menjabat Sekjen IGI)  di Jawa Tengah yang pernah menjadi peraih medali emas Microsoft Innovative Teacher se Asia Pasifik, Bapak Abdul Kholiq (IGI Jawa Timur) penggerak dan pelatih Sagusanov dengan target menghasilkan 500 media buku digital berbasis berbasis Android, Bapak  Elyas (IGI DIY) yang getol membimbing guru membuat aplikasi media pembelajaran, dan Bapak Abdul Karim yang melatih guru-guru membuat komik dan game pembelajaran serta guru-guru lainnya yang tak bisa disebutkan satu-persatu di sini.  Pertanyaannya adalah di manakah mereka melatih guru-guru? jawabannya adalah melalui media sosial Whatsap atau telegram guru-guru berkoordinasi dan berlatih bersama melalui media digital, media maya tanpa batasan dimensi waktu dan ruang.  Keterampilan IT sungguh sebuah jawaban untuk mengakselerasi kompetensi guru menjawab tantangan era global dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga menghasilkan SDM berdaya saing.  Permasalahannya adalah apakah guru-guru mau merespon kebutuhan yang menjadi tantangan dunia pendidikan di era global.  

Ayo Guru Keluar dari Zona Nyaman
Ada tantangan, ada kemauan untuk merespon, ada perubahan paradigma berpikir, pasti ada transformasi perilaku.  Ketika rasa nyaman sudah membelenggu kita maka saatnya untuk melepaskan ikatan dan bergerak bebas meraih hal-hal terbaik yang ada di depan kita.  Berbagai tawaran gratis bagi guru untuk belajar bersama tersedia melalui media sosial digital.  Perlu tekad untuk meluangkan waktu belajar dengan disiplin, menyediakan waktu khusus selama periode tertentu dalam sebuah program pelatihan guru melalui media digital.   Melalui tulisan ini saya membagikan pengalaman telah mengikuti berbagai diklat online dalam kelas pelatihan guru melek IT yang antara lain diadakan oleh Bapak Sukani dengan program pembelajaran yaitu:


 

Pelatihan membuat e-book berbasis Android dalam komunitas SAGUSANOV yang dilatih oleh para mentor yang super seperti bapak Abdul Kholiq, Ibu Yati Kurniawati Yap, Cak Suhaifi, dll.  Produk e-book dapat diinstal melalui smartphone dan dipelajari langsung oleh siswa di mana saja karena saat ini faktanya ada smartphone ada siswa.


 
Pelatihan pembelajaran kelas maya menggunakan EDMODO yang diadakan oleh SEAMOLEC telah selesai pada batch 3, dipandu oleh mentor wilayah Sumatera Ibu Sovia Hayati serta teman-teman yang saling mendukung dalam belajar membuat adreanalin saya terpacu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan tepat waktu.  Hasil dari pelatihan ini berupa pengorganisasian kelas digital yang dapat diaplikasikan langsung dalam pembelajaran klasikal maupun mandiri di mana guru, siswa, dan orangtua saling terhubung.


      Seminar akhir dalam kelas pelatihan EDMODO Batch 3 yang diadakan oleh kerjasama  IGI - SEAMOLEC


Pelatihan lainnya diadakan oleh organisasi guru yaitu IGI (Ikatan Guru Indonesia) Bidang Kewirausahaan DI Yogyakarta dengan tutor Bapak Elyas dari SMKN 4 Yogyakarta.  Program yang ditawarkan tersedia melalui WA, guru tinggal klik, tanda kemauan untuk menggunakan IT, kemauan untuk belajar.







Berikut buku penuntun diklat yang sedang digarap pihak panitia penyelenggara:









Bapak Elyas, S.Pd, M.Eng penggagas buku-buku ini sekaligus pelatih diklat bagi guru-guru di DIY. Bagi Bapak/Ibu guru yang berminat mengikuti diklat silakan hubungi via WA/Telegram/Hp pada nomer 085743990045 dan email elyaspuspa@gmail.com.
 
 
     Bapak Elyas (IGI DIY)



Contoh  sumber-sumber belajar yang tersedia untuk mendukung akselerasi belajar terhadap kebutuhan peningkatan  kualitas SDM yang menjawab tantangan era global saat ini terjawab sudah. Keterampilan IT (ICT literacy) faktanya memang urgen dibekalkan pada guru-guru.  Namun keputusan ada di tangan pembaca. Maukah belajar? Maukah melek IT atau mati?  Mati terhadap teknologi. Mati terhadap arus informasi. Mati terhadap visi mencerdaskan anak bangsa. Mati terhadap filosofi 4 pilar Pendidikan dari UNESCO.  Semua akan terbukti dengan berjalannya waktu yang berlari jauh lebih kencang dari kemampuan kita untuk mengejarnya.  Mari merenung.

Jambi, 08 Juli 2016
Elizabeth Tjahjadarmawan.

IGI:  PELATIHAN MENULIS BEST PRACTICE GURU (PENDIDIKAN) 
di SMA PERTIWI JAMBI, 24 APRIL 2016

oleh:
Elizabeth Tjahjadarmawan, S.Si, M.Pd


Minggu, 24 April 2016. 
Hari Minggu adalah hari libur bagi sebagian besar orang untuk sejenak berisitirahat dari rutinitas dan tugas-tugas di kantor.  Namun pada kesempatan kali ini, di tengah kesibukan saya yaitu membimbing pelatihan olimpiade sains kimia bagi siswa yang menuju tingkat nasional pada 15-21 Mei 2016 mendatang di Palembang, saya juga harus bersiap melaksanakan tugas membagikan pengalaman dan membimbing para guru untuk mengenal dan mulai menulis tentang Best Practice Pendidikan. Kegiatan yang difasilitasi oleh IGI propinsi Jambi di bawah komando ketua IGI Bapak Cristop Simangunsong ini diikuti oleh para guru baik dari jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA.

Jam menunjukkan hampir pukul 09.00 WIB, mobil saya telah meluncur menuju SMA Pertiwi Jambi, tempat kegiatan berlangsung. Telah hadir sekitar 25 orang guru dari berbagai sekolah di kota Jambi maupun  beberapa kabupaten yang turut hadir yaitu dari IGI Muaro Jambi, Tanjabar, dan IGI Batanghari yang ingin belajar bersama tentang best practice.  Ada pemandangan dan kebiasaan yang berbeda dibandingkan pertemuan kegiatan organisasi lain.  Saat saya memasuki ruangan kegiatan, para peserta sedang makan bersama yaitu membawa makanan masing-masing dari rumah untuk berbagi dan menikmati sarapan bersama. Menambah keakraban dengan saling berbagi.

Kegiatan ini memberi kesan bahagia dalam hati saya karena dapat bertemu dengan para guru yang mau meluangkan waktu untuk belajar di tengah hari Minggu yang seharusnya digunakan untuik beristirahat.




Acara dibuka oleh ibu Kepala Sekolah SMA Pertiwi, Ibu Dra Rusiani, M.Pd dilanjutkan Ibu Duma selaku sekretaris IGI Prop Jambi.

Ibu Rusiani

Ibu Duma

Sesuai visi misi IGI bahwa learning and growing together maka presentasi, sharing dilakukan bergantian dari saya (Elizabeth), Ibu Iik Sri Sulasmo (SMAN 1 Jambi, S3 UNS), dan Ibu Tiana Simanjuntak (SMA Adyaksa Jambi).  Para peserta mendengarkan dan mengikuti diskusi dengan semangat. 

Ibu Elizabeth


 Ibu Elizabeth


Ibu Elizabeth

Ibu Iik Sri Sulasmo

Ibu Tiana Simanjutak

Inti yang saya perkenalkan tentang tulisan best practice pendidikan adalah ciri-ciri best practice yang harus memuat kata kunci sbb:
1.  Pemecahan permasalahan dalam proses pembelajaran dalam kelas.
2. Dilakukan dnegan metode inovatif, efisien, dan ekonomis.
3.  Hasilnya outstanding dan lestari (dibuktikan selama sekian tahun).
4.  Hasilnya dapat dijadikan  model atau  contoh yang  dapat diterapkan di mana saja oleh siapa saja.

Pada kesempatan kali ini saya juga menceritakan tentang tulisan best practice saya yang telah memeroleh penghargaan dalam 10 besar pemenang pada best practcie P2TK Dikmen Kemendikbud tahun 2013 sebagai salah satu contoh yang diharapkan dapat menginspirasi para peserta, serta pengalaman menulis lainnya yang telah membuahkan hasil.

Di akhir presentasi saya, saya sajikan sebuah quotes hasil perenungan saya selama ini. Mengapa kita perlu menulis? Sebekum menulis tentu harus didahului membaca.  Quotes berikut saya ciptakan sendiri semoga menginspirasi dan benar adanya.


Saya teringat salah satu misi dan  program kerja IGI di tahun 2016 ini:  Pendidikan harus menyatu dengan literasi.
Budaya literasi di sekolah harus sudah dimulai untuk dibiasakan pada peserta didik.  Salah satunya contoh kebiasaan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai.  Mengapa?  Indonesia harus mengubah posisi literasi baik  membaca, sains, dan matematika pada posisi sepuluh besar terbawah di dunia menjadi sepuluh besar teratas.  Inilah PR kita bersama.  Mari kita mulai dari para guru.


Kegiatan berakhir sekitar pukul 12.00 dan akan terus berlanjut pada pengelompokan mapel untuk dibimbing oleh masing-masing tutor dalam pembuatan karya best practice.

Acara ditutup dengan foot bersama untuk sesi dokumentasi.

                           Foto Bersama Peserta dan Pengurus

                        Foto Bersama IGI Kab Tanjabar

Akhir kata, mari para guru teruslah membaca dan mulai biasakanlah menulis karena belajar tak pernah usai.  

Salam literasi,

Elizabeth Tjahjadarmawan, S.Si, M.Pd



MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh konradlew. Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget